Hingar bingar kampanye Pemilihan Presiden sudah di mulai. Perang hashtag di twitter mulai sangat mengerikan dan berimbas ke berbagai jenis sosial media lain. Group-group chatting menjadi ramai dan membunyikan nada pada smartphone, hampir ratusan kali dalam satu hari. Lalu apa yang saya lakukan?
Seperti biasa... Mengamati!
damai itu indah - pict. dokpri |
Saya lebih ingin membahasnya dari sisi emosi dan kekuatan kelompok. Manusia itu sangat manusiawi (ya iyaaaalah ya.. hehehe), sangat merasa kuat (baca:benar) dan berani bila berkelompok. Mengikuti banyak group whatsapp yang membahas mengenai politik ini, saya melihat berbagai ragam pendapat teman-teman.
Dalam group tersebut biasanya ada pemimpin dan anggota-anggota yang cukup militan dan melakukan justifikasi atas materi dan hashtag yang disediakan. Dan biasanya anggota akan manut karena juga merasakan hal yang sama walaupun awalnya agak "jengah". Ditambah dengan cerita-cerita pengalaman yang benar-benar di rasakan secara pribadi, sah lah akhirnya materi dan hashtag tersebut di unggah dalam postingan teman-teman ini. Salah? Tidak menurut saya, apabila teman-teman memang merasa demikian.
Dalam group yang anggotanya "seragam" pun ada kok yang juga mengingatkan agar postingan di sosial media tidak terlalu vulgar dan membahas hal negatif. Tetapi banyak juga yang berkilah bahwa "kubu sebelah" terlalu jahat dan kejam cara dan materinya, sehingga harus di balas. Tentunya demi kemenangan dan meraih suara para "swing voter" yang masih menunggu sampai saat pemilihan nanti. Saya tidak bicara dari kubu mana karena saya melihat dari group yang berbeda kubu dan sama saja hasilnya. Duhhhh... tobatttttt!
Sebagian orang merasa alergi menjadi buzzer politik, tidak apa. Itu pilihan saja, yang penting jangan juga menghakimi teman yang menjadi buzzer politik. Ngebuzzer politik bukan hal yang buruk kok. Sekali lagi itu pilihan, yang penting #jangan lupa bahagia. Hahaha... itu siy tagline hidup saya denk.
Jika memilih menjadi buzzer politik, jadilah buzzer yang cerdas dan penuh integritas. Artinya menurut saya niy, apa yang ditulis adalah apa yang "diimani" sehingga ngebuzzer dengan nyaman dan bahagia juga. Jika nyaman, teruskan. tidak pernah ada yang salah dengan pilihan. Yang penting bisa mempertanggungjawabkan apa yang di share di medsos. Selama yakin dan bertanggungjawab, saya memilih untuk menghormati pilihan masing-masing. Toh, kita juga harus mengerti politik juga dalam kehidupan, ya...
Jika tidak merasa nyaman dengan materi atau hashtag yang di berikan oleh pemberi pekerjaan, ya sampaikan saja dan berikan alasan. Di terima syukur, tidak diterima ya kembali pada tujuan nge"buzzer"nya. Keputusan kan ada di tangan anda dan bukan pada pemberi pekerjaan, apalagi setahu saya, tidak ada kontrak tertulis yang di tandatangani toh?
Memilih berhenti di tengah jalan saat ngebuzzer dengan risiko tidak dibayar karena tidak sesuai "iman" itu sah menurut saya. Karena mungkin awalnya tidak berpikir akan "sejauh itu" materi dan hashtag nya. Walaupun itu artinya, anda tidak teliti dan yakin itu baik, saat mengambil pekerjaan. Mengenai rejeki yang terbatalkan, Tuhan akan cukupkan, percayalah.
Mengapa harus memilih berhenti saat anda tidak lagi nyaman? Karena setiap jejak digital akan ada sampai internet bubaran, saudara-saudara. Jika sudah merasa tidak nyaman artinya ada kesadaran bahwa sesuatu sudah berjalan melenceng dari tujuan awal ngebuzzer. Dan hal itu akan menyulitkan langkah di kemudian hari untuk pekerjaan-pekerjaan setelah hiruk pikuk ini berakhir.
Mungkin saat ini buzzer politik ini dirumpiin di kalangan perbloggeran dan perbuzzeran (ini siy jangan di telen mentah-mentah; teman kan tugasnya hanya mengingatkan). Maksudnya pasti baik karena mereka sayang dan tidak ingin nantinya klien-klien jadi minggir gara-gara buzzer politik. Walaupun ada juga siy yang gak bijaksana dan cuma nyinyir, hehehe...
Terus pasti pada nanya dunk, ngomong aja loe... Eloe sendiri ngebuzzer gak? Ya saya ngebuzzer dalam group-group whatsapp saya. Saya juga menuliskan hal-hal baik yang saya rasakan sesuai pengalaman pribadi saya. Jelek-jelekin gak? Hahaha... ada yang sampai ragu dan mempertanyakan, sebenernya saya ada di kubu mana siy? Saya punya pilihan gak siy? Punya!
Sebagian teman yang satu kubu dengan saya, mengetahuinya dan ada yang terkejut ketika suatu saat saya di tanya dan harus menjawab satu kata untuk pemimpin kubu sebelah. Dalam satu kesempatan dimana saya ada di satu ruangan dengan para pendukung salah satu paslon (saat itu ada sekitar 7-8 orang) dan saya memberikan satu kata positif pada "pemimpin sebelah". Semua teman lain memberikan kata negatif dan saya satu-satunya yang memberikan kata positif untuk beliau.
Demikian juga dalam chatt di group-group yang anggotanya adalah teman-teman baik yang saya kenal sejak puluhan tahun lalu. Saya lebih bebas berpendapat tanpa ada ketersinggungan anggota di dalam group. Karena sejatinya, buat saya teman itu selamanya, jadi saya tidak ingin melakukan hal-hal yang menyakiti teman jika itu bukan masalah hidup dan mati. Itu prinsip saya.
Mengapa kita harus alergi kepada kubu sebelah? Bukankah selalu ada kebaikan pada setiap orang? Dan selalu ada kekurangan juga pada pemimpin yang kita dukung? Kita ini manusia yang hidup selalu berdampingan dan saling membutuhkan. Semua pendukung selalu menginginkan pilihannya berhasil tetapi bukankah setiap agama mengajarkan kebaikan terhadap sesama?
Saya lebih memilih berdamai dan tidak lupa bahagia setiap hari. Jadi saya memilih untuk minggir dari unggahan negatif tentang politik. Kalau yang positif dan sesuai fakta yang saya alami sendiri, saya akan turut serta. Temukan hal-hal positif pada setiap orang dan jika tidak menemukannya (walaupun mestinya ada dunk, kecuali bencinya sampe ubun-ubun), lebih baik diam saja. Percayalah bahwa hal positif akan selalu membawa kebaikan!
Segitu saja curhat saya.... Silakan memiliki pendapat lain karena sah-sah saja kok sesuai pengalaman pribadi masing-masing.
Dalam group tersebut biasanya ada pemimpin dan anggota-anggota yang cukup militan dan melakukan justifikasi atas materi dan hashtag yang disediakan. Dan biasanya anggota akan manut karena juga merasakan hal yang sama walaupun awalnya agak "jengah". Ditambah dengan cerita-cerita pengalaman yang benar-benar di rasakan secara pribadi, sah lah akhirnya materi dan hashtag tersebut di unggah dalam postingan teman-teman ini. Salah? Tidak menurut saya, apabila teman-teman memang merasa demikian.
Dalam group yang anggotanya "seragam" pun ada kok yang juga mengingatkan agar postingan di sosial media tidak terlalu vulgar dan membahas hal negatif. Tetapi banyak juga yang berkilah bahwa "kubu sebelah" terlalu jahat dan kejam cara dan materinya, sehingga harus di balas. Tentunya demi kemenangan dan meraih suara para "swing voter" yang masih menunggu sampai saat pemilihan nanti. Saya tidak bicara dari kubu mana karena saya melihat dari group yang berbeda kubu dan sama saja hasilnya. Duhhhh... tobatttttt!
Sebagian orang merasa alergi menjadi buzzer politik, tidak apa. Itu pilihan saja, yang penting jangan juga menghakimi teman yang menjadi buzzer politik. Ngebuzzer politik bukan hal yang buruk kok. Sekali lagi itu pilihan, yang penting #jangan lupa bahagia. Hahaha... itu siy tagline hidup saya denk.
Jika memilih menjadi buzzer politik, jadilah buzzer yang cerdas dan penuh integritas. Artinya menurut saya niy, apa yang ditulis adalah apa yang "diimani" sehingga ngebuzzer dengan nyaman dan bahagia juga. Jika nyaman, teruskan. tidak pernah ada yang salah dengan pilihan. Yang penting bisa mempertanggungjawabkan apa yang di share di medsos. Selama yakin dan bertanggungjawab, saya memilih untuk menghormati pilihan masing-masing. Toh, kita juga harus mengerti politik juga dalam kehidupan, ya...
Jika tidak merasa nyaman dengan materi atau hashtag yang di berikan oleh pemberi pekerjaan, ya sampaikan saja dan berikan alasan. Di terima syukur, tidak diterima ya kembali pada tujuan nge"buzzer"nya. Keputusan kan ada di tangan anda dan bukan pada pemberi pekerjaan, apalagi setahu saya, tidak ada kontrak tertulis yang di tandatangani toh?
Memilih berhenti di tengah jalan saat ngebuzzer dengan risiko tidak dibayar karena tidak sesuai "iman" itu sah menurut saya. Karena mungkin awalnya tidak berpikir akan "sejauh itu" materi dan hashtag nya. Walaupun itu artinya, anda tidak teliti dan yakin itu baik, saat mengambil pekerjaan. Mengenai rejeki yang terbatalkan, Tuhan akan cukupkan, percayalah.
Mengapa harus memilih berhenti saat anda tidak lagi nyaman? Karena setiap jejak digital akan ada sampai internet bubaran, saudara-saudara. Jika sudah merasa tidak nyaman artinya ada kesadaran bahwa sesuatu sudah berjalan melenceng dari tujuan awal ngebuzzer. Dan hal itu akan menyulitkan langkah di kemudian hari untuk pekerjaan-pekerjaan setelah hiruk pikuk ini berakhir.
Mungkin saat ini buzzer politik ini dirumpiin di kalangan perbloggeran dan perbuzzeran (ini siy jangan di telen mentah-mentah; teman kan tugasnya hanya mengingatkan). Maksudnya pasti baik karena mereka sayang dan tidak ingin nantinya klien-klien jadi minggir gara-gara buzzer politik. Walaupun ada juga siy yang gak bijaksana dan cuma nyinyir, hehehe...
Terus pasti pada nanya dunk, ngomong aja loe... Eloe sendiri ngebuzzer gak? Ya saya ngebuzzer dalam group-group whatsapp saya. Saya juga menuliskan hal-hal baik yang saya rasakan sesuai pengalaman pribadi saya. Jelek-jelekin gak? Hahaha... ada yang sampai ragu dan mempertanyakan, sebenernya saya ada di kubu mana siy? Saya punya pilihan gak siy? Punya!
Sebagian teman yang satu kubu dengan saya, mengetahuinya dan ada yang terkejut ketika suatu saat saya di tanya dan harus menjawab satu kata untuk pemimpin kubu sebelah. Dalam satu kesempatan dimana saya ada di satu ruangan dengan para pendukung salah satu paslon (saat itu ada sekitar 7-8 orang) dan saya memberikan satu kata positif pada "pemimpin sebelah". Semua teman lain memberikan kata negatif dan saya satu-satunya yang memberikan kata positif untuk beliau.
Demikian juga dalam chatt di group-group yang anggotanya adalah teman-teman baik yang saya kenal sejak puluhan tahun lalu. Saya lebih bebas berpendapat tanpa ada ketersinggungan anggota di dalam group. Karena sejatinya, buat saya teman itu selamanya, jadi saya tidak ingin melakukan hal-hal yang menyakiti teman jika itu bukan masalah hidup dan mati. Itu prinsip saya.
Mengapa kita harus alergi kepada kubu sebelah? Bukankah selalu ada kebaikan pada setiap orang? Dan selalu ada kekurangan juga pada pemimpin yang kita dukung? Kita ini manusia yang hidup selalu berdampingan dan saling membutuhkan. Semua pendukung selalu menginginkan pilihannya berhasil tetapi bukankah setiap agama mengajarkan kebaikan terhadap sesama?
Saya lebih memilih berdamai dan tidak lupa bahagia setiap hari. Jadi saya memilih untuk minggir dari unggahan negatif tentang politik. Kalau yang positif dan sesuai fakta yang saya alami sendiri, saya akan turut serta. Temukan hal-hal positif pada setiap orang dan jika tidak menemukannya (walaupun mestinya ada dunk, kecuali bencinya sampe ubun-ubun), lebih baik diam saja. Percayalah bahwa hal positif akan selalu membawa kebaikan!
Segitu saja curhat saya.... Silakan memiliki pendapat lain karena sah-sah saja kok sesuai pengalaman pribadi masing-masing.
Mantulll
BalasHapus"Ngebuzzzer politik bukan hal yang buruk kok. Sekali lagi itu pilihan.." SETUJU BANGET
BalasHapusManstaff
BalasHapusciamik...
BalasHapusAku juga cinta damai Mba :)
BalasHapusPilihan itu bisa mendewasakan ketika perbedaan juga hadir.
Melek politik wajib dan ketika menerima job ngebuzz politik, kita pun harus siap dengan segala konsekuensinya termasuk konsekuensi effort saat mengolah konten nya :)
Temukan hal-hal positif pada setiap orang dan jika tidak menemukannya (walaupun mestinya ada dunk, kecuali bencinya sampe ubun-ubun), lebih baik diam saja. Percayalah bahwa hal positif akan selalu membawa kebaikan!
BalasHapus--------
Sukaaaaa banget bagian ini
Kalau ada yang positif, kenapa harus mencari negatifnya?