Banyak sekali hal yang dipertimbangkan oleh setiap perempuan yang memilih untuk hidup dalam dunia karir sekaligus berkeluarga. Saya bekerja sejak masih gadis dan berkarir lebih dari 30 tahun. Memiliki satu anak laki-laki, saya memiliki karir yang cukup baik menurut teman-teman saya.
Pertama kali saya bekerja sebagai seorang marketing officer pada perusahaan yang bergerak dibidang kebugaran. Alasannya untuk menambah uang jajan karena saat itu saya masih kuliah. Posisi paling tinggi yang pernah saya raih adalah Director Assistant pada sebuah perusahaan yang bergerak dalam industri herbal.
Dua tahun terakhir ini saya bekerja kembali setelah pernah memilih berhenti bekerja pada tahun 2014. Saya pernah berhenti bekerja dalam 2 periode waktu. Pertama kali adalah saat saya melahirkan sampai anak saya masuk playgroup dan yang kedua saat anak saya memasuki SMA sampai dia mulai kuliah. Mengapa memilih berhenti? Karena saya mempunyai pilihan pastinya.
Perjalanan karir saya yang menyentuh masalah kesetaraan dimulai saat saya berusia 30 tahun. Saat itu saya mendapatkan pekerjaan baru sebagai pimpinan cabang sebuah bank. Pada masa itu, bisa dibilang sulit seseorang dengan usia 30 tahun mendapatkan posisi tersebut, apalagi seorang perempuan. Kenapa saya bisa mendapatkannya? Karena saya memiliki pendidikan, kemampuan dan kesempatan untuk itu.
Jadi, saya adalah orang yang tidak percaya pada kalimat : percuma perempuan sekolah tinggi, paling nyampenya ke dapur juga. Semua orang memiliki kesempatan yang sama jika kita dapat membuktikan bahwa posisi yang diinginkan sesuai dengan pendidikan dan kemampuannya. Pendidikan yang saya maksud disini bukan hanya mengacu pada pendidikan formal (walaupun itu sangat mendukung) tetapi juga pendidikan informal dan pengalaman dalam bidang yang sesuai.
Saya juga percaya bahwa seorang ibu yang memiliki pendidikan akan dapat mengasuh anak-anaknya dengan lebih baik. Anak-anak akan memperoleh gizi yang cukup dan dididik untuk menjadi karakter yang baik. Hal lain yang saya percayai adalah, baik sebagai wanita karir maupun ibu rumahtangga, dukungan penuh dari suami adalah mutlak.
More Than A Woman : How These Female Leaders Make A Change
Mengikuti acara online IdeaFest 2020 yang di pandu oleh Rory Asyari dengan apik, saya mendapatkan banyak hal dari ketiga pembcaranya, yaitu :
- Vera Galuh Sugijanto, VP General Secretary of Sarihusada
- Dewi Muliaty, President Director of Prodia
- Hannah Al Rashid, aktivis dan aktris
Menarik sekali mengetahui bagaimana mereka bertiga memandang kepemimpinan perempuan dengan berbagai tantangannya. Karena ternyata cukup sejalan dengan cerita saya diatas.
Vera dari Sari Husada memandang bahwa sebenarnya tidak ada masalah laki-laki atau perempuan jika semua orang memiliki komitmen. Pada akhirnya semua orang adalah setara dan masalahnya akan terletak pada skill, capability, choices dan opportunity. Jadi perempuan yang memiliki 4 hal tersebut juga akan dapat memimpin sama baiknya dengan laki-laki.
Untuk para karyawannya, Sari Husada memberikan cuti melahirkan selama 6 bulan untuk para ibu dan 10 hari untuk ayah demi mendampingi saat-saat awal kelahiran. Hal ini memberikan semangat kesetaraan dan pandangan yang sama terhadap peran laki-laki dan perempuan.
Perusahaan Sari Husada tidak hanya mengembangkan konsep kesetaraan pada karyawannya tetapi juga memberikan edukasi kepada banyak komunitas yang berada di sekitar perusahaan. Selain memberikan edukasi tentang nutrisi sesuai dengan bidangnya, Sari Husada juga memberikan pendidikan karya kepada ibu-ibu dalam komunitas binaannya. Tujuannya adalah agar ibu-ibu dapat memulai usaha demi memutar roda ekonomi.Beberapa jenis diantaranya adalah Warung Sehat dan Rumah Tempe.
Warung Sehat adalah pembinaan para perempuan di berbagai daerah, seperti Bandung, Ambon, Yogyakarta dan Bogor untuk membuat jajanan sehat untuk anak-anak. Sedangkan Rumah Tempe melakukan pembinaan produksi tempe sehat untuk dijual.
Dewi dari Prodia, memiliki pandangan bahwa sebaiknya masalah kesetaraan tidaklah pelu dibahas terus menerus. Hanya dibutuhkan pembuktian dan melakukan hal-hal penting yang akan menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan memang setara. Perempuan haru memiliki pendidikan yang baik sehingga tidak dapat dilecehkan. Bahkan jika seorang perempuan hanya berkarir sebagai ibu rumahtangga, pendidikan sangat penting. Karena ibu yang berpendidikan akan menghasilkan generasi yang lebih baik.
Prodia adalah perusahaan yang justru lebih banyak karyawan perempuan di dalamnya dibanding laki-laki. Tetapi itu juga tidak berarti bahwa laki-laki tidak dapat berkarir di Prodia. Bagi Dewi, sebagai petinggi di perusahaan, yang penting seorang pemimpin perempuan harus dapat menempatkan diri. Artinya dengan power yang dimiliki, tidak juga harus mengurus semua hal dan bijak memberikan delegasi pada orang lain yang mampu.
Satu hal yang sangat menarik di bahas oleh Hannah, yang memberikan pandangan pentingnya mendidik laki-laki dalam perlakuannya terhadap perempuan, Pendidikan di negara-negara Skandinaiva, mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan adalah equal. Sehingga anak-anak tumbuh tanpa masalah gender dan menganggap semua orang sama dalam kesempatan menjadi pemimpin.
Jadi, dapatkah perempuan memimpin seperti laki-laki?
Saya siy YES... Sebagaimana banyak ditulis dalam literatur, perempuan memang multitasking. Selama perempuan mau berjuang untuk mendapatkan pendidikan, mau belajar dan menentukan pilihan hidupnya, kesempatannya akan sama dengan laki-laki.
Dan sebagai perempuan yang mendidik anak-anaknya, seorang ibu juga wajib memberikan pendidikan kepada anak-anak lakinya agar memandang setara teman perempuannya.
Semangattttttttt!
Komentar
Posting Komentar